NBnews -
Buat kita yang berada di dunia kampus dan ikut perkuliahan (bukan jualan atau jd tukang parkir) kata IPK sudah tidak asing lagi ditelinga. 3 huruf yang tentunya punya kenangan masing-masing bagi tiap orangnya.
pengalamanku misalnya yang IPKnya harus jeblok sehancur-hancurnya saat kecelakaan dan tidak mengikuti ujian mid semester. Dimana satu mata kuliah menuai E dan melibas habis pundi-pundi nilai yang berhasil terkumpul beberapa semester belakangan. Yang sudah pengalaman pasti tau gimana nilai E begitu sakti menghancurkan IPK.
pengalamanku misalnya yang IPKnya harus jeblok sehancur-hancurnya saat kecelakaan dan tidak mengikuti ujian mid semester. Dimana satu mata kuliah menuai E dan melibas habis pundi-pundi nilai yang berhasil terkumpul beberapa semester belakangan. Yang sudah pengalaman pasti tau gimana nilai E begitu sakti menghancurkan IPK.
Ya, IPK atau Indeks Prestasi Kumulatif merupakan hasil akhir dari nilai-nilai ditiap mata kuliahmu yang dikali dengan jumlah SKS lantas ditotal lalu dibagi dengan total jumlah SKS...*alamak ribet kali. Jadi kalau salah satu nilai di matkulmu bernilai E=0 dia hanya akan menyumbang angka pembagi namun tidak memberi kontribusi nilai tambahan..Bosok! Karena itulah IPK membuat mahasiswa bisa panas-dingin mempertahankan atau meningkatkannya. IPK menjadi penting karena mau tidak mau akan jadi SALAH SATU patokan kamu waras atau gak di kehidupan after sekolahmu. Emang kejam ya bahasanya..
Terlepas dari kontroversi yang selalu menyertai pembahasan penting tidaknya IPK, bagi saya IPK itu penting. Kecuali kamu bisa ngasih alasan yang cukup kuat untuk menolak itu. Misalnya kamu itu otaknya diatas rata-rata sebutlah setaraf einstein sampe dosenpun ga bakal mudeng sama jalan pikiranmu. Walhasil coretanmu di kertas ujian, atau opinimu dikelas tidak mampu dimengerti dosen yang IQnya lebih jongkok dari kamu. Itu alasan pertama. Alasan kedua, gua pengen di ijazah kelulusan nanti IPK gua angkanya cantik n sama dengan film favorit gua Dalmatian 1,01 :D *kemplang!
Kita ga mungkin menafikan kalau angka itulah yang sejauh ini paling mungkin untuk menjadi standar penilaian atas prestasi seseorang secara gamblang, yah tentu saja ditambah dengan sertifikat atau penghargaan-perhargaan yang mungkin seseorang punya.
Disini kita sepakat kalau Prestasi atau kemampuan seseorang merupakan sesuatu yang sifatnya abstrak alias ga bisa diukur. Karenanya diperlukan suatu cara empiris agar kemampuan tersebut bisa diukur, lain ceritanya dengan soft skill yang juga sama pentingnya seperti kemampuan berorganisasi, manajemen diri dan sebagainya yang bahkan juga kerap dimanifestasikan dengan selembar pembuktian. *mantapp
Menganggap penting IPK disini tentu saja tak lantas membuat kita menjadi seseorang yang melulu terpaku dengan nilai. Mempertahankan atau meningkatkan IPK toh mau ga mau membuat kita harus berpikir lebih cerdas, karena selayaknya IPK yang baik bukan hanya didapat dari ketekunan kamu menghapal materi. Meskipun belakangan banyak dosen-dosen amatiran yang mematok standar rendah sedemikian. Keberhasilan kita mencapai IPK yang maksimal harusnya ditunjang oleh banyak hal, misalnya keaktifan di kelas, kemampuan bekerja dalam kelompok, menjawab soal,dan tidak lupa kemampuan dalam memilih dosen yang tepat dan titip absen :p
2 yang terakhir diatas itu ga main-main, karena trik-trik nyeleneh begitulah yang akan menyelematkanmu yang mungkin sedang mengejar kegiatan-kegiatan penting lainnya diluar kampus.
Sedang rapat organisasi? jangan segan titip absen dengan teman yang mau gak mau mengajarkan nilai saling membantu antar sesama, asal ga keseringan sampe bikin jengah dan alasanmu masuk akal. Punya teman yang mau dititipi tanda tangan membuktikan kamu bukan manusia individualis kampus yang dijauhi teman-temanmu :) Dengan titip absen kita bisa aman (salah sendiri kampus suka bikin kebijakan aneh dengan quota minimal presensi). Sekali lagi jangan jadikan budaya titip absen menjadi negatif karena kamu malas belajar misalnya. Tidak masuk jam perkuliahan berarti kita seenggaknya ketinggalan beberapa materi. Learn it by urself. terserah gimana caranya kita jangan sampe ketinggalan pelajaran dan harus nyontek (sesekali okelah ^^,).
Selanjutanya memilih dosen yang tepat, *ini kenapa jadi tulisan tips yak
Yang satu ini juga ga kalah penting. Kecerdasan dalam memilih dosen akan mempermudah kita mendapat nilai maksimal. Kenapa?karena benar bahwa semua dosen pintar (kalau kurang pintar mereka jadi pengamen) tapi belum tentu semua dosen gampang ngasi nilai pintar dalam menyampaikan materi sehingga nyambung ke otak kita apalagi beberapa dari kita yang bloon kurang cepat menangkap informasi. Yah buat yang otaknya jenius boleh lah lebih leluasa memilih dosen mana saja, toh biarpun dosen ga pintar dalam transfer ilmu, informasi yang ingin disampaikan bisa ditangkap sendiri oleh si genius :D
Kalau mau dijabarin semua bisa panjang kali ni tulisan, kapan-kapan tar dibikin tulisan terpisah tentang trik-trik setan cerdas mencapai IPK maksimal. :p
IPK tentu saja penting buatku pribadi karena mungkin itulah penghargaan terbaik yang bisa kita berikan terhadap kerja keras orangtua membiayai sekian lama proses perkuliahan kita. Beberapa dari kita mungkin memiliki orang tua yang fleksibel terhadap itu, tapi aku ragu apa ada orangtua yang tidak senang melihat IPK yang membanggakan dari anaknya.
Bersyukurlah, bagi kebanyakan mahasiswa perantauan seperti aku yang tidak harus banting tulang membiayai kuliah dan makan sehari-hari. Setiap awal bulan atau pada waktu-waktu tertentu kita dengan langkah ringan mungkin akan mengecek ATM dengan atau tanpa nagih minta terlebih dulu kepada ortu untuk mengirim amunisi untuk kita berbentuk IDR. Dari jauh orangtua akan menunggu dengan optimis sembari harap-harap cemas menunggu undangan untuk hadir dihari saat kita dipakaikan baju vampire toga dan mempersembahkan hasil terbaik. HANYA ITU. Kalau di Laskar Pelangi, bisa dibayangkan mungkin ayah kita sedang menyetrika baju terbaiknya dan diperciki air rendaman daun pandan dengan hati-hati :mewek:
Bersyukurlah kita tidak disuruh untuk mengumpulkan rongsokan di terik matahari, tidak disuruh ngamen diperempatan, tidak disuruh pukul polisi pas lagi demo, tidak disuruh menggalau di jejaring sosial.hahah intinya kita disuruh belajar, belajar dan belajar. Dengan kedewasaan bolehlah untuk kita perluas lagi maknanya, yah mungkin belajar organisasi, belajar memimpin, belajarpacaran dan belajar-belajar lainnya.
Bersyukurlah kita tidak disuruh untuk mengumpulkan rongsokan di terik matahari, tidak disuruh ngamen diperempatan, tidak disuruh pukul polisi pas lagi demo, tidak disuruh menggalau di jejaring sosial.hahah intinya kita disuruh belajar, belajar dan belajar. Dengan kedewasaan bolehlah untuk kita perluas lagi maknanya, yah mungkin belajar organisasi, belajar memimpin, belajar
Intinya, bersyukurlah karena menjadi mahasiswa berarti kita termasuk dalam persentase yang sangat amat kecil dari penduduk negeri ini yang beruntung, memiliki orang tua yang mampu membiayai kita meski harus menomorduakan diri dan kebutuhannya sendiri. bukankah EGOIS sekali bila kita hanya memikirkan kesenangan sendiri disaat orangtua memprioritaskan kita?
Apakah Anda Suka? Please Share dan info ke orang terdekat anda