NBnews- Kota di provinsi Henan, China tengah, ini memiliki daerah kantong Islam, di mana kaum Muslim telah tinggal selama 1,000 tahun lebih. Di sebuah gang kecil bernama Wangjia Hutong, kaum wanita pergi ke Masjid mereka, di mana Yao Baoxia memimpin sholat. Selama 14 tahun, Yao telah menjadi seorang imam wanita, atau Ahong seperti mereka menyebutnya di sana, sebuah kata yang berasal dari bahasa Persia.
Saat memimpin sholat, Yao berdiri di sisi para wanita lainnya, bukan di depan mereka seperti imam laki-laki. Tapi dia mengatakan bahwa peran yang dijalankannya sama dengan seorang imam laki-laki.
"Statusnya sama," ujar Yao dengan percaya diri. "Pria dan wanita sejajar di sini, mungkin karena kami adalah negara sosialis."
China diperkirakan memiliki 21 juta Muslim, yang telah mengembangkan rangkaian praktik Islam mereka sendiri dengan karakteristik China. Perbedaan terbesar adalah perkembangan Masjid-masjid wanita dengan imam wanita, sesuatu yang oleh para peneliti katakan adalah hal yang hanya ada di China.
Yao belajar untuk menjadi imam selama empat tahun, setelah dipecat dari pekerjaannya sebagai buruh pabrik.
Pertama dia belajar ke seorang imam wanita, kemudian imam laki-laki bersama dengan murid laki-laki lainnya.
Peran utamanya adalah sebagai seorang guru, ujarnya.
"Ketika orang-orang datang untuk sholat, mereka tidak tahu bagaimana caranya melantunkan Al Qur’an, jadi tugas saya adalah untuk mengajarkan mereka tentang Islam, membantu mereka untuk belajar membaca satu kalimat dalam satu waktu dan memimpin sholat," ujarnya.
Halaman sederhana dari Masjid Wanita Wangjia Hutong memuat seluruh sejarah Masjid China untuk kaum wanita. Masjid itu adalah Masjid wanita yang sanggup bertahan paling lama di China, dengan satu piring abu-abu yang menempel di langit bertanda tahun 1820.
Seperti Masjid wanita lainnya, Wangjia Hutong dimulai sebagai sekolah Al Qur’an untuk anak-anak perempuan kemudian berkembang di akhir abad 17 ke seluruh China tengah, termasuk provinsi Shanxi dan Shandong. Sekolah-sekolah itu berubah menjadi Masjid wanita sekitar 100 tahun lalu, yang diawali di provinsi Henan.
Mengenang masa kecilnya sendiri, Tang Guiying (83) mengatakan bahwa Masjid wanita itu adalah satu-satunya tempat di mana seorang anak perempuan bisa mendapatkan pendidikan.
"Saya tidak pergi ke sekolah ketika masih kecil," ujarnya. "Kami terlalu miskin, tidak satupun dari kami, anak-anak perempuan, yang bersekolah. Tapi saya datang ke sini untuk bermain dan belajar. Imamnya sangat, sangat tua, dia berusia sekitar 80an tahun."
Di Kaifeng, terdapat 16 Masjid wanita, sepertiga dari jumlah Masjid untuk kaum lelaki.
Shui Jingjun, dari Akademi Ilmu Sosial Henan dan rekan penulis sebuah buku tentang fenomena itu, mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada Masjid wanita di negara lain. Di sebagian besar dunia Muslim, kaum wanita sholat di balik partisi atau di ruangan terpisah, di dalam Masjid yang sama dengan kaum pria.
Shui mengatakan bahwa Masjid-masjid wanita di China dikelola secara independen, oleh wanita untuk wanita, selain menjadi entitas terpisah secara legal dalam beberapa kasus.
"Setelah direformasi dan dibuka tahun 1979, beberapa Masjid wanita didaftarkan secara independen, yang menunjukkan kesetaraan antara Masjid pria dan Masjid wanita," jelasnya.
Kontroversi masih bergolak di dunia Muslim tentang apakah wanita bisa menjadi imam. Di tahun 2006, Maroko menjadi negara pertama di dunia Arab yang secara resmi memberikan sanksi terhadap pelatihan pemimpin relijius wanita.
China adalah satu-satunya negara yang memiliki sejarah panjang imam wanita. Namun, ada hal-hal, yang menurut praktik kebiasaan Muslim China, yang tidak boleh dilakukan oleh imam wanita.
Mereka tidak boleh, misalnya, memimpin ritual pemakaman atau memandikan jenazah kaum pria.
Di China tengah, kebanyakan Muslim mendukung Masjid untuk kaum wanita.
"Menurut sejarah di China barat laut, dulu tidak ada Masjid khusus wanita," ujar Shui, sang peneliti. "Saat itu ada penolakan karena orang-orang mengira bahwa membangun Masjid wanita melanggar peraturan agama. Tapi di China tengah dan sebagian besar provinsi, orang-orang merasa bahwa itu adalah inovasi yang bagus untuk Islam."
Dalam 10 tahun terakhir, beberapa Masjid wanita telah dibangun di China barat laut. Fenomena itu tampaknya menyebar, terbantu secara politis oleh Asosiasi Islam China, badan pemerintah yang mengatur Islam dan mengeluarkan ijin praktik untuk imam pria dan wanita.
Saat memimpin sholat, Yao berdiri di sisi para wanita lainnya, bukan di depan mereka seperti imam laki-laki. Tapi dia mengatakan bahwa peran yang dijalankannya sama dengan seorang imam laki-laki.
"Statusnya sama," ujar Yao dengan percaya diri. "Pria dan wanita sejajar di sini, mungkin karena kami adalah negara sosialis."
China diperkirakan memiliki 21 juta Muslim, yang telah mengembangkan rangkaian praktik Islam mereka sendiri dengan karakteristik China. Perbedaan terbesar adalah perkembangan Masjid-masjid wanita dengan imam wanita, sesuatu yang oleh para peneliti katakan adalah hal yang hanya ada di China.
Yao belajar untuk menjadi imam selama empat tahun, setelah dipecat dari pekerjaannya sebagai buruh pabrik.
Pertama dia belajar ke seorang imam wanita, kemudian imam laki-laki bersama dengan murid laki-laki lainnya.
Peran utamanya adalah sebagai seorang guru, ujarnya.
"Ketika orang-orang datang untuk sholat, mereka tidak tahu bagaimana caranya melantunkan Al Qur’an, jadi tugas saya adalah untuk mengajarkan mereka tentang Islam, membantu mereka untuk belajar membaca satu kalimat dalam satu waktu dan memimpin sholat," ujarnya.
Halaman sederhana dari Masjid Wanita Wangjia Hutong memuat seluruh sejarah Masjid China untuk kaum wanita. Masjid itu adalah Masjid wanita yang sanggup bertahan paling lama di China, dengan satu piring abu-abu yang menempel di langit bertanda tahun 1820.
Seperti Masjid wanita lainnya, Wangjia Hutong dimulai sebagai sekolah Al Qur’an untuk anak-anak perempuan kemudian berkembang di akhir abad 17 ke seluruh China tengah, termasuk provinsi Shanxi dan Shandong. Sekolah-sekolah itu berubah menjadi Masjid wanita sekitar 100 tahun lalu, yang diawali di provinsi Henan.
Mengenang masa kecilnya sendiri, Tang Guiying (83) mengatakan bahwa Masjid wanita itu adalah satu-satunya tempat di mana seorang anak perempuan bisa mendapatkan pendidikan.
"Saya tidak pergi ke sekolah ketika masih kecil," ujarnya. "Kami terlalu miskin, tidak satupun dari kami, anak-anak perempuan, yang bersekolah. Tapi saya datang ke sini untuk bermain dan belajar. Imamnya sangat, sangat tua, dia berusia sekitar 80an tahun."
Di Kaifeng, terdapat 16 Masjid wanita, sepertiga dari jumlah Masjid untuk kaum lelaki.
Shui Jingjun, dari Akademi Ilmu Sosial Henan dan rekan penulis sebuah buku tentang fenomena itu, mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada Masjid wanita di negara lain. Di sebagian besar dunia Muslim, kaum wanita sholat di balik partisi atau di ruangan terpisah, di dalam Masjid yang sama dengan kaum pria.
Shui mengatakan bahwa Masjid-masjid wanita di China dikelola secara independen, oleh wanita untuk wanita, selain menjadi entitas terpisah secara legal dalam beberapa kasus.
"Setelah direformasi dan dibuka tahun 1979, beberapa Masjid wanita didaftarkan secara independen, yang menunjukkan kesetaraan antara Masjid pria dan Masjid wanita," jelasnya.
Kontroversi masih bergolak di dunia Muslim tentang apakah wanita bisa menjadi imam. Di tahun 2006, Maroko menjadi negara pertama di dunia Arab yang secara resmi memberikan sanksi terhadap pelatihan pemimpin relijius wanita.
China adalah satu-satunya negara yang memiliki sejarah panjang imam wanita. Namun, ada hal-hal, yang menurut praktik kebiasaan Muslim China, yang tidak boleh dilakukan oleh imam wanita.
Mereka tidak boleh, misalnya, memimpin ritual pemakaman atau memandikan jenazah kaum pria.
Di China tengah, kebanyakan Muslim mendukung Masjid untuk kaum wanita.
"Menurut sejarah di China barat laut, dulu tidak ada Masjid khusus wanita," ujar Shui, sang peneliti. "Saat itu ada penolakan karena orang-orang mengira bahwa membangun Masjid wanita melanggar peraturan agama. Tapi di China tengah dan sebagian besar provinsi, orang-orang merasa bahwa itu adalah inovasi yang bagus untuk Islam."
Dalam 10 tahun terakhir, beberapa Masjid wanita telah dibangun di China barat laut. Fenomena itu tampaknya menyebar, terbantu secara politis oleh Asosiasi Islam China, badan pemerintah yang mengatur Islam dan mengeluarkan ijin praktik untuk imam pria dan wanita.
Wallaualam bi shawab.
Apakah Anda Suka? Please Share.